Kamis, 19 Juni 2008

Beberapa hari ini kita lihat berita yang disiarkan di hampir seluruh stasiun televisi nasional mengenai bobroknya moral aparat penegak hukum. Kasus yang diperjualbelikan, kasus penyuapan oleh jaksa, koruptor yang dibebaskan oleh hakim, sementara pencuri ayam diuber-uber digebuki lalu dipenjara. Pencuri uang negara "diuber-uber" juga, terus digebuki? Tidak, tapi yang nguber-uber minta bagian supaya kasusnya tidak sampai dipenjara. Itulah sekelumit gambaran hukum di Indonesia. Tapi oknum penegak hukum yang seperti itu hanya bisa dihitung dengan jari, paling cuma 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,.........dst. Kalau direnungkan, sepertinya ini bukan hanya sekedar masalah system hukum yang salah, tapi masalah "kebejatan" moral penegak hukum. Apapun produk hukum yang dibuat kalau moral seperti itu rasanya pesimis INDONESIA bisa bangkit seperti yang diperingati secara glamor pada bulan Mei kemarin. Aku bukan orang hukum, cuma rakyat kecil yang bekerja di "pabrik pembuat produk" (baca: pencetak) calon ahli hukum. Suatu ketika aku "diskusi"(biar kayak orang pinter) sama Pak Dosen Pencetak Calon Ahli Hukum, saya bertanya: "Apakah di dalam kuliah diajarkan untuk "menjual hukum?" Jawab Pak Dosen: "Tidak! justru diajari membuat produk hukum yang dapat menjerat para koruptor, para 'pengemplang' uang rakyat dapat dipenjara seberat-beratnya". Oooh, jadi sudah benar tuh Pak Dosen, berarti kalau oknum yang menjual hukum itu menerapkan ajaran siapa? jangan-jangan ajaran sye...sye...sye... syetaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan. Terus......... pusing aku. Kembali ke..........pekerjaan. Biar yang itu dipikir oleh ahlinya. Aku mau kerja biar gak ikut jadi koruptor. Apa yang dikorupsi? Ya waktu laaah. Masa kita mau korupsi waktu, ya dosalaahhh. Gajinya gak halal laaaaaaah.

1 komentar:

Yudie Blog mengatakan...

Ajur Koyok Fakultas Hukum Yang mo dirobohin gedungnya